Yuk kunjungi situs resmi Kemenag Paluta di https://kemenagpaluta.id/ untuk mendapatkan informasi lengkap seputar layanan, berita, agenda kegiatan, dan inovasi terbaru yang selalu update, resmi, dan terpercaya.
Di sebuah kecamatan di kabupaten Padang Lawas Utara, terdapat seorang penyuluh agama Islam bernama Ustaz H. Hincat Pangabisan. Ia sudah hampir sepuluh tahun mengabdikan diri sebagai Penyuluh Agama, berkeliling dari masjid ke masjid, Majelis Taklim ke Majelis Taklim di desa-desa sekitar. Tugasnya sederhana, namun penuh makna: menyampaikan dakwah, mengajarkan Al-Qur’an, dan menjadi tempat masyarakat mencari bimbingan.
Perjalanan dakwahnya tak pernah mudah. Setiap hari ia menempuh jalanan kadang berbatu, kadang naik sepeda motor tuanya, kadang berjalan kaki jika hujan membuat jalanan berlumpur. Namun wajahnya selalu cerah ketika sampai di masjid, disambut dengan senyum hangat jamaah yang menunggu.
Di Masjid Nurul Iman, sore itu, ia duduk bersama anak-anak desa. Dengan sabar ia mengajari mereka membaca Al-Qur’an, huruf demi huruf. Tak jarang ia harus mengulang berkali-kali, namun senyumnya tak pernah pudar. Baginya, setiap huruf yang keluar dari lisan anak-anak itu adalah cahaya yang kelak akan menerangi desa mereka.
Selepas maghrib, giliran para bapak-bapaknya berkumpul dan setiap Jumat giliran ibu-ibunya berkumpul. Tausiyahnya tidak panjang, tetapi selalu menyentuh hati. Ia berbicara tentang pentingnya shalat berjamaah, tentang menjaga lisan agar tidak menimbulkan fitnah, dan tentang semangat gotong royong menjaga masjid. Ia juga menyinggung persoalan sehari-hari: bagaimana berdagang dengan jujur di pasar, bagaimana mendidik anak agar tidak larut dalam pergaulan bebas, dan bagaimana menyelesaikan perselisihan dengan musyawarah.
Suatu ketika, seorang warga/jamaah mengadu tentang sengketa tanah warisan. Ustaz H. Hincat Pangabisan tidak langsung memberi putusan, melainkan mengajak kedua belah pihak duduk bersama. Dengan tenang ia membacakan ayat-ayat Al-Qur’an tentang keadilan, lalu memberikan contoh dari kisah Rasulullah. Perlahan, hati yang keras mulai melunak. Perselisihan pun bisa diselesaikan tanpa harus berujung pada permusuhan.
Yang membuat masyarakat kagum, Ustaz H. Hincat Pangabisan tidak hanya berdakwah dengan kata-kata, tetapi juga dengan perbuatan. Ia ikut membantu membersihkan masjid, ikut berpartisipasi acara adat, baik siriaon atau siluluton, bahkan ikut menanam padi di sawah bersama petani. Baginya, dakwah bukan hanya ceramah, tetapi hadir di tengah masyarakat.
Kesan yang tidak dilupakannya adalah suatu ketika setelah ceramah di Majelis Taklim ibu-ibu, ia pamit pulang. Warga memberinya seikat pisang dan ubi sebagai tanda terima kasih. Ia menerimanya dengan tulus, lalu kembali menempuh jalan dengan sepeda motor tuanya menuju rumahnya. Di perjalanan, ia tersenyum sendiri. Meski lelah, hatinya lapang. Ia yakin, setiap langkahnya adalah bagian dari perjuangan kecil untuk menyalakan cahaya Islam di Binaannya.