Penyuluh Agama, Penghulu: Jantung KUA yang Responsif dan Dekat dengan Masyarakat

Penyuluh Agama dan Penghulu adalah jantung yang menghidupkan denyut pelayanan KUA di tengah masyarakat. Tanpa mereka, KUA akan kehilangan sentuhan personalnya. Sudah saatnya kita memberikan apresiasi yang layak bagi mereka — karena melalui kerja sunyi merekalah, nilai-nilai agama terus mengalir, membentuk masyarakat yang harmonis, toleran, dan berkeadaban.

Padang Bolak, Di tengah dinamika kehidupan masyarakat yang terus berkembang, peran Kantor Urusan Agama (KUA) tidak lagi sebatas sebagai tempat pencatatan pernikahan. Lebih dari itu, KUA telah menjelma menjadi garda terdepan dalam pelayanan keagamaan, pembinaan umat, dan penguatan moderasi beragama. Di balik peran strategis KUA tersebut, terdapat dua sosok penting yang menjadi "jantung" pelayanan keagamaan di masyarakat: Penyuluh Agama dan Penghulu.


Penyuluh Agama: Ujung Tombak Pembinaan Umat

Penyuluh Agama adalah figur yang senantiasa hadir di tengah masyarakat untuk memberikan pencerahan, membimbing, serta menjadi rujukan dalam persoalan keagamaan. Mereka tidak hanya berkiprah di kantor, tetapi aktif turun ke lapangan, dari majelis taklim, pesantren, sekolah, Madrasah,  Rumah sakit, lembaga pemasyarakatan hingga komunitas-komunitas kecil di pelosok-pelosok desa.


Mereka menyampaikan dakwah yang menyejukkan, membangun kesadaran beragama yang moderat, serta mendorong masyarakat untuk hidup rukun dalam keberagaman. Dalam isu-isu aktual seperti radikalisme, intoleransi, pernikahan usia dini, hingga stunting, Penyuluh Agama sering kali menjadi agen perubahan yang menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.


Penghulu: Lebih dari Sekadar Mencatat Pernikahan

Di mata sebagian masyarakat, tugas Penghulu seringkali hanya diidentikkan dengan menikahkan pasangan di pelaminan. Padahal, tanggung jawab penghulu jauh lebih luas. Mereka adalah pemimpin upacara sakral pernikahan, pembimbing keluarga sakinah, sekaligus pendamping masyarakat dalam membangun ketahanan keluarga.


Penghulu juga memainkan peran strategis dalam membentuk kesadaran hukum pernikahan, mencegah praktik nikah sirri, serta memberikan edukasi tentang hak dan kewajiban suami-istri. Dengan pemahaman agama yang mendalam, mereka menjadi juru damai dalam konflik rumah tangga dan tokoh panutan dalam kehidupan sosial masyarakat.


KUA yang Responsif dan Humanis

Kehadiran Penyuluh Agama dan Penghulu yang aktif, adaptif, dan responsif menjadikan KUA lebih dari sekadar institusi administratif. Mereka adalah wajah humanis Kementerian Agama yang mampu merespons kebutuhan spiritual, sosial, dan moral masyarakat. Di era transformasi digital dan tantangan kehidupan modern, KUA harus terus berinovasi, namun tetap menjaga sentuhan personal yang melekat pada peran Penyuluh dan Penghulu.


KUA bukan lagi kantor yang “jauh” dan birokratis, melainkan rumah umat — tempat masyarakat datang untuk mencari solusi, ketenangan, dan bimbingan. Dan di balik itu, Penyuluh dan Penghulu hadir sebagai pelayan masyarakat yang rendah hati dan penuh dedikasi.


Penyuluh Agama dan Penghulu adalah jantung yang menghidupkan denyut pelayanan KUA di tengah masyarakat. Tanpa mereka, KUA akan kehilangan sentuhan personalnya. Sudah saatnya kita memberikan apresiasi yang layak bagi mereka — karena melalui kerja sunyi merekalah, nilai-nilai agama terus mengalir, membentuk masyarakat yang harmonis, toleran, dan berkeadaban. (Hdsp).

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
LINK TERKAIT